59 — UNTITLED: bahureksa.
Remang lampu penerangan jalan umum menjadi saksi bisu pertemuan atas ribuan hari yang terlewatkan dua orang insan. Melawan asa rindu yang menggebu. Untuk pertama kalinya setelah delapan tahun tak pernah terpisah, lalu dengan pelik tiga tahun tersiksa atas jarak yang tak bisa dikikis, akhirnya Juni dan Sukma bertemu.
Sukma masih tidak menyangka. Bertemu dengan sahabatnya kembali. Ia tak pernah henti melantunkan doa yang sama selalu di setiap lima waktu ibadahnya. "Saya ingin ketemu kembali. Walau hanya sekali."
Sayang, jarum jam terlalu romantis hingga jarum pendek dan panjangnya bertaut diangka dua belas. Dunia sudah tidur. Waktu yang tepat untuk Juni menikmati sisanya, ia harap jagat semesta tak dulu terbangun. Bandung pada waktu tersebut memang belum sepenuhnya sepi. Namun beberapa tujuan tak bisa diwujudkan.
Terlalu malam. Sejauh mata memandang, temaram lampu penjual dimsum di sepanjang Jalan Dipatiukur masih dapat terlihat, namun isi dari setiap kukusan nya raib. Sudah tak bersisa. Sekali lagi, ini sudah larut malam.
"Cikapayang aja mau gak? Biasanya ada tukang Cuanki mabal disana." tengok Sukma pada kaca spion NMAX hitam miliknya. Dijawab anggukkan oleh Juni.
Bagi Juni, apapun itu. Tidak makan juga bahkan tidak masalah. Asalkan rindu atas waktu yang terbuang lamanya itu musnah terbayar.
—
Sukma menggesekkan ke tanah rokok davidoff yang semula ia sesap agar sang warna merah sirna sesaat setelah semangkuk cuanki di depan wajahnya disodorkan.
"Kalem mang pegang dulu, ieu kagok." Sebentar, mang panggil akrabnya pada tukang cuanki tersebut, pegang dulu, ini sedang tanggung lanjutnya.
Seperti biasa, Juni tahu. Disela mereka berdua harus menunggu mie indomie yang direbus masih beserta bungkus-bungkusnya, Sukma selalu menyesap tembakaunya. Kebiasaannya tak pernah berubah. Masih sama.
Juni memegang perlahan mangkuk yang penuh miliknya. Fokus takut kuah yang bisa saja mengenai pahanya maupun paha Sukma yang sama-sama sedang mereka lipat layaknya patung gajah duduk ITB.
Taman Cikapayang dengan tulisan D-A-G-O yang tereja selalu menjadi andalan. Begitu pula untuk malam ini. Malam pertama kembali bagi keduanya.
Sukma bangkit dari duduknya yang semula berhadapan dengan Juni. Bakso cuankinya ia tinggalkan. Netra Juni mengikuti laki-laki itu berlabuh. Hingga matanya tak bisa melihat lagi tatkala sahabatnya itu berjongkok tepat dibelakang punggungnya. "Makan tuh di iket lah rambunya, nanti nyelup."
Dengan telaten Sukma mengikat rambut sahabatnya itu dengan karet gelang yang ia masih ingat ada di saku jaket miliknya, bekas nasi uduk depan kampus yang tadi pagi ia beli. Mengikat rambut Juni setiap hendak makan. Kebiasaannya tak pernah berubah. Masih sama.
Juni tersedak. Tak percaya atas beberapa detik yang ia lalui tadi. Dengan sigap sahabatnya itu menepuk-nepuk punggungnya. "Euh kebiasaan."
Sukma kembali pada posisinya. Menikmati suapan demi suapan perpaduan bakso, siomay, tahu, dan mie yang berkomplot menjadi satu. Begitu pula dengan Juni. Baik Juni maupun Sukma tak bersuara. Keduanya terlalu menggebu hingga berubah menjadi introvert pada malam ini.
Sukma lebih dulu selesai. Membalikkan tubuhnya dengan kakinya yang ia luruskan, kini Sukma menghadap gedung Bank BCA dengan layar videotron didepannya. Menampilkan iklan demi iklan tawaran bank yang memiliki satpam paling ramah tersebut. Kedua tangannya menahan bobot tubuhnya kurang lebih 45 derajat dari belakang. Kepalanya ia miringkan sedikit, menatap layar tersebut seakan terhipnotis
Malam yang gelap membuat layar iklan tersebut sebagai pemeran utama, menerangi untuk menyedot perhatian. Tanpa tahu sebenarnya, mereka berdualah yang tengah ditonton semesta. Kali ini semesta rindu.
"Juni, gue ambil akuntansi. Sesuai saran lo dulu." tatap Sukma lurus pada LED videotron dihadapannya.
Juni mendongkakkan matanya sehingga pandangannya tertuju pada videotron dengan iklan ajakan untuk menabung. "Serius?"
"He em.."
Sukma menarik sebatang lagi dari kotak tembakaunya. Membakar tembakau tersebut hingga asapnya menari di udara. "Lo, gimana? Jadi ambil komunikasi?"
Juni mengangguk. "Iya, jadi." Lalu hening kembali. Keduanya seakan hanya ingin berdamai bersama jagat raya malam ini. Menikmati hembusan demi hebusan angin malam yang menyapa. Baik Sukma maupun Juni ingin seperti ini saja sejenak. Tanpa suara. Tanpa kata. Bersebelahan dengan menonton iklan dari videotron saja rasanya cukup.
Ceritanya besok lagi. Besok bukankah bisa bertemu kembali?
Suasana tersebut tak bertahan lama sesaat setelah sueara radio butut milik penjual cuanki yang mereka cicipi terdengar nyaring. Mengalunkan musik dangdut di tengah malam. Sedangkan pemiliknya malah semangat menghitung sisa berapa lagi siomay yang belum direbus sekaligus dengan kepalanya yang digoyangkan seirama dengan lagu.
"MANGG!!! JANGAN DAHLIA IHH! GANDENG! MOAL KU URANG DIBAYAR SIAH..." jangan dahlia, berisik. gak bakal saya bayar loh! teriak Sukma.
Juni terkekeh. Laki-laki sebelahnya ini masih sama. Kebiasaannya tak pernah berubah. Selalu, masih sama. Juni menghabiskan kuah cuanki terakhirnya, lalu menumpukkan mangkuk kosong milik Sukma dengan miliknya.
Melihat keduanya yang sudah selesai, penjual cuanki tersebut alih-alih memutarkan saluran radio bututnya. Merubah saluran dahlia menjadi saluran Urban Radio. Saking takut tak dibayar.
"Ma, kasian ih liat sampai takut gitu langsung diganti.."
"Segini mah masih mending. Si Tipal di tokman lebih galak sama yang nyetel dangdut malem-malem. Mas Manji selalu jadi korban amukan hahaha. Iya sih Gue sama dia suka, tapi ya tau waktu juga gitu kan. Udah mah malem, suasananya juga lagi gini."
"Tokman masih rame?"
"Lumayan. Malem sabtu sama malem minggu sih full team nya. Udah pada kuliah jadinya ya gitu kali ya, tiap hari kadang sibuk beda keperluan. Kalau satu jurusan semua kayaknya gabakal sih hahhaa."
Juni ikut meluruskan kakinya sama dengan lelaki sebelahnya itu. Mengusap kedua tungkai kakinya seakan menghilangkan pegal.
"Ma, makasih. Gue seneng lagi hari ini."
Bara api dari tembakau yang diapit bibir Sukma menunjukkan warna merah menyala, tanda pemiliknya menyesapnya kuat. Hingga beberapa detik kemudian asapnya keluar dari sela bibirnya.
"Kadang pikiran buruk yang ada di pikiran lo itu bisa hilang kalau lo pasrah. Kuncinya pasrah aja, karna hidup kita udah adah yang ngatur. Kuncinya bahagia cuma itu. Segimana pun lo nolak prepare segala hal segala kemungkinan yang ada di kepala lo itu kejadian, tapi kalau memang takdirnya udah harus kejadian. Ya lo gak bisa nolak." ucap Sukma.
"Lo gak pernah bisa tahu bahagia atau sedih di detik kemudian. Tapi lo harus coba itu, biar lo dapet jawaban. Lo berani coba ketemu gue. Yang akhirnya sebenernya bawa bahagia lagi ke hidup lo." tambah Sukma.
Sukma dengan segala kalimat hangatnya masih sama. Kebiasaannya tak pernah berubah. Selalu sama.
"Manusia makhluk sosial, Jun. Saat lo butuh bantuan, pasti ada yang mau bantu lo. Salah satunya gue. Lo gausah mikirin ngerepotin atau ngga. Lo tinggal bilang."
I maybe not yours and you're not mine
But I'll be there for you when you need me
It is only me
Believe me girl, it's only me
Yeah, it's only me
Sayup-sayup terdengar it's only me milik Kaleb J dari radio butut yang sebelumnya sudah Sukma marahi.
"Dimanapun posisi lo, mau salah, mau bener. Gue ada disitu. Sebelah lo. Asal inget satu hal, jangan lari lagi. Jangan. Gue susah ngejarnya. Gue gak bisa tahu pikiran lo bakal bawa tubuh lo itu kemana." sambung Sukma kembali.
"Jun, masih inget kan gue pindah SMP hanya buat nemenin lo dari Orin yang ngerasa paling tersakiti sampai hasut semua orang itu kan?"
"TAPI SUKMA, GARA-GARA ITU LO JADI DI JAHATIN SAMA COWOK-COWOK BRENGSEK ITU SUKMAA!" pekik Juni. Ujung matanya tak mampu membendung, hingga setetes jatuh.
"Jun, sesulit apapun itu. Gue bakal hadapi. Karna prinsip gue yang tadi. Gue ini cuma wayang dari kehidupan. Gue gak bisa tahu apa yang ada di depan. Tapi kalau gak coba, mungkin bisa lebih buruk. Ini udah sepaket jun. Takdirnya. Segimana pun itu, gue gak pernah nyesel sama keputusan gue. Karna gue udah mencoba. Gue gak mau hidup diatas penyesalan."
Sukma menaikkan kupluk hoodie abu-abu yang Juni kenakan malam ini. "Gue ada buat lo. Gue disini. Gak pernah pergi. Gak pernah lari."
I will always be the one who pull you up
When everybody push you down
And it's only me
Believe me girl, it's only me
Yeah, it's only me
Sukma masih menjadi orang yang sama. Kebiasaannya tak pernah berubah. Selalu sama. Ia tak pernah pergi, selalu diam di tempatnya. Tanpa Juni sadari, dirinyalah yang berlari sangat jauh. Jauh hingga Sukma tak tahu arah dimana dirinya bermuara. Ia disini, selalu disini. Menjadi pribadi yang selalu sama. Tempat ternyaman untuk pulang.
—
Kaca helmnya ia buka. Kepala Sukma seraya tertunduk setelah bertepatan motornya melintasi pos Satpam komplek tempat dimana indekost Juni berada. Kecepatannya ia turunkan. Selama diperjalanan, Sukma hanya mengoceh seorang diri. Menceritakan bagaimana keseharian dirinya tanpa Juni.
Mulai dari kursus bahasa inggris di Lia. Latihan laporan keuangannya yang tak pernah balance. Tentang sellchin alias seller dari China yang tidak mengirimkan rokok davidoff untuk ia sesap. Bahkan sampai cerita jelas tentang warnet yang sering ia kunjungi dengan Juniar, lengkap dengan antusiasnya "Disana bill nya masih pake lumba-lumba loncat tau Jun. Terus si aa warnetnya selalu dengerin peterpan."
Semuanya. Sukma ceritakan.
Setelah memasuki komplek. Sukma menurunkan kecepatannya selambat semut, speedometernya menunjukkan 10 km/jam. Namun semakin pelan tatkala ia sadar. Ia hanya bermonolog. Berbicara seorang diri. Komplek yang begitu sepi berbeda dengan jalan raya, membuat Sukma bisa mendengar ada isak kecil dibelakangnya.
Sukma semakin memelankan roda duanya, "Ada yang mau di omongin ga? nanti keburu sampai kost kamu."
"Apa.." suaranya parau.
"Ada yang mau di omongin ga? nanti keburu sampai kost kamu." ulang Sukma kembali.
Tangis Juni pecah, pita suaranya gemetar. "Kangeeeen...."
Juni menahan semuanya sepanjang jalan. Dadanya sesak mendengar hari demi hari sahabatnya itu lalui seorang diri. Hingga bisa tegar berdiri dikakinya sendiri.
"Kok nangis.." Sukma mengusap lutut Juni.
"Kangeeen.."
Juni berada di titik sakit yang teramat sakit.
Percayalah. Sukma juga begitu. Begitu sesak. Sampai menangis saja rasanya sudah tak sanggup.
πππππ
ReplyDeleteπ₯Ίππππππ satu kata doang ya, Jun tapi jederrrrrrrrr huhuhuhuhuππππ Juni - Sukma tuh udh kek prangko aslinya, gbsa di pisahin. Sekalinya pisah, pasti ada aja yang bisa nyatuin mereka lagiπ
ReplyDelete"kok nangis ?" Sukma ngusap lutut junii, anjir nangisss, relate sama kenyataan, dia juga selalu begitu kalau aku lagi ngeluh dimotor aisshhh
ReplyDeleteSAMAAA aku juga kanget kaliann π₯Ίπ₯Ί
ReplyDeleteGa tau lagi mau ngomong apa selain ya allahπ
ReplyDeleteAduh mewek lagi gue :( plis jgn pisah lagi
ReplyDeleteBISA GA SII DIAAA NANTI NIKAHNYA SAMA SUKMA AJA?π
ReplyDeleteππππππ samaaaa ,gw juga KANGEEEEN πππππππ
ReplyDeletekangennya nyesek bgtt
ReplyDeletegw lagi disekolah pls malu bgt klo nangisπ
ReplyDeleteCAPEK NANGIS, YAALLAH LINDUNGILAH SUKMA DAN JUNI DARI SKENARIO JAHAT KAK AUTHORππ❤️
ReplyDeleteWalaupun ini sukma juni versi 3 tahun lebih dewasa, rasanya masih samaπππ
ReplyDeleteAku kalo jadi juni juga bakalan nangissss banget.. nyesek nya sampe siniii kerasa banget. Pasti kanget bnget ya jun.. sama kita juga kangen kamu bareng sama bahureksa lagi. Jangan lari ya jun. Jangan lari lagi... π
ReplyDeletenangis jugaa bacanya πππ
ReplyDeleteYa Allah nangisππ
ReplyDeleteAkhirnya junπππ
ReplyDeleteGw bacanya sedihhhh anjir
π
ReplyDeleteππππππ
ReplyDeleteπππ
ReplyDeleteAAAKDNSKDNSKSK πππππππππππππ
ReplyDeleteπππππ
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteMau yang kaya sukma satuuu,
ReplyDeleteBtw ini ngetik sambil ngucek mata saking panasnya
mau punya sahabat kaya sukmaaa :(
ReplyDeletesama Jun gue jg nangis ππ
ReplyDeletenangisss πππ sebenernya ini kapal gw di untitled walaupun harus kandas tp gapapa mereka ga berubah tetep sedeket iniii
ReplyDeletepls jgn pisahin merekaπππ
ReplyDeleteSukma hangat banget sih kayak rumah. Lo beruntung banget Jun
ReplyDelete