UNTITLED - 283


 

"Hei, ini gue, Gi..."

Ghiffari yang masih dengan posisi jongkok di sudut ruangan mengangkat kepalanya tatkala mendengar suara yang tidak asing baginya. 

"Lagi ngapain disitu?"

Ghiffari mengusap air matanya dan bangkit dari posisinya, "Lagi cari undur-undur hehee..." dengan jelas Juni dapat melihat senyum yang terukir dari bibir laki-laki dihadapannya ini. 


"Mau berapa orang lagi yang lo bohongin, Gi?" ucap Juni. 


Ghiffari hanya menundukkan pandangannya. Dirinya begitu malu ditemui dengan posisi seperti ini. Posisi paling lemah yang tak pernah orang lain lihat. 


"Gue denger semuanya. Maaf Gi, Gue terlalu takut untuk masuk." ucap Juni dengan pandangan tertunduk. 


Ghiffari meraih jaketnya yang yang tadi dilempar sembarang oleh sang ayah dan meletakkannya pada sandaran kursi disana. Ghiffari mendudukkan dirinya sendiri pada kursinya tersebut, membawa kursi tersebut mendekati sang puan, memandangi Juni yang tengah tertunduk dari posisinya sekarang.


"Kamu gemeteran. Maaf ya jadinya kamu harus nyaksiin hal seperti itu." ucap Ghiffari lembut dengan mengusap tangan Juni.


Sedari kecil Juni hidup di keluarga yang begitu hangat. Ghiffari mengetahui hal tersebut dari Sukma. Alasan utama Tipal maupun Egas tak bisa masuk Bahureksa pun adalah hal tersebut. Kodenya hanya satu, memiliki rumah namun rusak. Ghiffari nampak bersalah saat Juni harus menyaksikan lecutan demi lecutan gesper, hal yang tak pernah ia saksikan sebelumnya.


"Kenapa gak kamu lawan? Kamu jago berantem, dia udah tua bisa langsung kalah sama satu kali tonjokan kamu." gerutu Juni.

"Aku sayang dia, Jun."

"TAPI LO SAKIT GHIFFARI!!!" teriak Juni.


Ghiffari hanya tersenyum, ia bangkit dari duduknya, menuju kamarnya sendiri. Meninggalkan Juni sendirian di ruang tengah kost-an nya. 

"Gue belum selesai ngomong Ghiffari!" ucap Juni di ambang pintu kamar Ghiffari. 

"Kasian lo cape berdiri, disana kursinya cuma satu. Disini aja." ucap Ghiffari yang kepalanya menengadah ke sandaran sofa dengan matanya yang tertutup lelah, ia menepuk-nepuk bagian sofa disampingnya yang kosong mengisyaratkan pada Juni untuk mengisinya. 

Juni duduk mengambil posisi tersebut. Ia membuka sling bag yang melingkar di tubuhnya, merogoh gel lidah buaya wardah dari tasnya. "Buka bajunya." 

Sontak membuat mata Ghiffari yang tertutup terbuka lebar. Dirinya menutupi barisan kancing dari seragamnya, "Mau apa ihh!"


"Aku obatin. Sini. Itu harus diobatin Ghiffari." ucap Juni. 

"Gak usah ih. Gitu doang." jawab Ghiffari enteng.


Tidak ada pergerakan sama sekali dari lelaki di depannya, Juni begitu geram, emosinya sudah dipuncak. Bagaimana bisa dengan luka seperti itu masih bisa dirinya menganggap seenteng ini.


"Mau kamu yang buka atau aku yang bukain?!" ancam Juni dengan nada tingginya. 


Seakan mantra hipnotis, Ghiffari menuruti perkataan perempuan disampingnya ini, menanggalkan kemeja seragamnya. 


"Ngadep kesana." ucap Juni menitah Ghiffari memunggunginya. 


Begitu disuguhkan dengan pemandangan di depannya ini, Juni meneteskan air matanya. Terlalu banyak luka memar di punggung Ghiffari. Mulai dari yang masih berwarna samar, hingga berwarna ungu gelap. 


"Ghi... Gue nangis." 

"I told you don't, Jun. Gausah, nanti juga hilang sendiri."


"Kalau sakit bilang ya.." ucap Juni mengoleskan gel lidah buaya wardah nya pada punggung Ghiffari. "Harusnya pakai trombopop, tapi gue gak punya. Yang ada di tas ini. Lumayan adem buat ngompres. Udah ini kamu beli ya?"

Ghiffari membalasnya dengan anggukkan kecil. 

"Ada yang tahu kamu diginihin sama ayah kamu?" tanya Juni pelan. Ghiffari hanya membalasnya dengan gelengan kepala. 

Juni sedikit geram, "Ya Tuhan. Jangan pendem sendirian gini Gi. Lo punya Bahureksa, lo pake mereka.. Percuma kalau lo gini sendirian." omel Juni masih dengan dirinya yang telaten mengolesi luka memar Ghiffari.


"Gue gak tega Jun. Mereka juga udah sakit sama rumahnya masing-masing. Gue gak mau nambah beban mereka." 

"Gi, kalau lo gak tega sama mereka. Berarti lo harus pake gue. Gue udah tau semuanya. Jangan nyiksa diri lo sendiri kaya gini. Janji sama gue?" tanya Juni.

Ghiffari mengangguk mengiyakan. 


"Aku sayang sama Ayah, Jun," Ghiffari membuka percakapannya, "Aku sayang sama Ayah, sisa yang aku punya sekarang. Aku ngerasa bersalah sama Ayah."

"Kalau boleh tau, kenapa?"

"Dulu aku punya adik, namanya Haidar. Bedanya cuma satu tahun. Waktu umur aku sekitar usia TK, aku main sama Haidar. Harusnya aku bisa jaga Haidar waktu itu, tapi Haidar malah jadi korban tabrak lari waktu dia mau ambil bola yang aku tendang ke jalan." jelas Ghiffari. Dirinya memainkan kukunya sendiri saat bercerita. 

Juni masih terus dengan telaten mengolesi gel lidah buaya pada punggung Ghiffari. 


"Semuanya masih biasa aja, sampai pada waktu ibu aku, istri papa pertama, depresi karna kehilangan Haidar, yang akhirnya membawa ibu meninggal. Ibu bunuh diri karna depresi itu." ucap Ghiffari, "Dari situ, ayah mikir aku penyebab semua ini. Aku gak mau buat ayah depresi juga kaya Ibu. Aku biarin Ayah lakuin yang semua ayah mau. Dari kecil aku udah biasa gini kok, Jun."


"DARI KECIL?!!" Juni terkaget.

Ghiffari membalasnya dengan anggukkan. "Semuanya berhenti saat Ayah ketemu sama Mama ku sekarang, mamanya Juniar juga. Waktu itu, Ayah ketemu sama Mama waktu Mama gendong Juniar dipinggir jembatan, percobaan bunuh diri barengan. Kamu tahu kan latar belakangnya mama dan Juniar?" tanya Ghiffari.

"Hmm" 

"Mama waktu itu udah prustasi juga kayaknya kaarna diusir keluarganya dan terkatung-katung terus. Ayah yang kebetulan lewat, berusaha selamatin mereka berdua. Dan akhirnya sekarang aku jadi sodaraan sama Juniar. Ayah sayang Juniar. Aku sayang Ayah, segimanapun aku bakal lindungi itu biar Ayah seneng." ucap Ghiffari.

"Aduh, jadi kebanyakan cerita gini deh hahahaa.. Udah belum?" Tanya Ghiffari dengan membalikkan tubuhnya, kini berhadapan Juni.


"Hei... Jangan nangis, aku cuma cerita." ucap Ghiffari. Ibu jarinya menghapus air mata Juni yang turun. "Katanya aku boleh cerita?" 


"Cerita terus semuanya sama aku ya, Gi? Janji? Walaupun air mata aku harus jatuh, aku gapapa. Aku bakal lebih nangis kalau kamu gak cerita sama aku. Janji?" Juni mengeluarkan jari kelingkingnya. Isyarat janji untuk keduanya. Sepersekian detik Ghiffari menautkan kelingkingnya pada milik Juni.


"Iya, Janji." 


"Kalau kamu bingung, aku juga lebih bingung. Kamu sedih, aku juga lebih sedih. Aku gak punya kapasitas untuk narik tangan kamu ke tempat yang lebih baik. Tapi kalau misalnya kamu butuh temen di tempat yang gelap itu, aku ada disitu."

Ghiffari ingat dengan betul perkataan Juni yang ia dengar ini serupa dengan tutur kata Egas padanya. Dirinya pernah mengutuk pernah terlahir sebagai Ghiffari, sosok yang begitu lemah, namun Tuhan begitu adil, mempertemukannya dengan sosok keluarga Pramudya yang rela membagikan hangat untuk dirinya. 


"Gi... Aku tahu kamu pasti bilang gak boleh karena masih di bawah umur. Tapi aku mau maksa. I want to hug you." tutur Juni dengan tangannya yang membuka lebar. 

Ghiffari membalasnya dengan senyum, ia memajukan dirinya mendekati Juni, menjemput peluk dari perempuan dihadapannya. 


Hangat.

Begitu hangat.


"Jun.."

"Hmm.."

"Boleh satu menit lagi kaya gini? Hangat. Mirip pelukan ibu."


Air mata Juni turun mendengarnya. "Boleh, sampai seribu tahun lagi juga boleh."


Ghiffari mengeratkan peluknya. Menciumi aroma shampoo yang menyeruak dari rambut Juni yang terurai. Rasanya semakin hangat. Serupa dengan peluk sang ibu yang ia rindukan sejak lama. 

Ghiffari melepas pelukannya, sudah cukup menurutnya. 


"Udah cukup?" ucap Juni.


Ghiffari membalasnya dengan anggukkan gemas. Wajah sedihnya kini sudah tak tampak lagi. Yang Juni lihat hanya wajah gemasnya menahan malu.

Juni mendekatkan dirinya pada Ghiffari kembali, mengecup pipi kanannya. Sontak membuat Ghiffari kaget dan salah tingkah setengah mati, itu pertama kali untuknya. 


"Nilai PR gue yang kemarin itu 100. Makasih ya."


Ghiffari semakin salah tingkah. Pipinya mendadak tergurat merah pertanda malu. Dirinya pun hanya menundukkan pandangannya. 


"Hahahaa.. Kenapa kamu lucu banget sihh Gi. Di jalan liar banget. Sekarang kaya mpuss gini."


"APA YAA! KATA SIAPA GU-"


Cupp


Kini giliran pipi Ghiffari sebelah kiri yang didaratkan kecupan tiba-tiba kembali oleh Juni. 


"Mpuss satu ini makan nyam-nyamnya enak ya sampe coklatnya belepotan ke pipi?" ucap Juni.

"Gue bukan mpuss." balas Ghiffari. Tangannya merogoh nyam-nyam di meja yang tadi belum tuntas ia selesaikan, "Coba deh.." ucap Ghiffari menyendoki cokelat nyam-nyam tersebut dan menyuapinya pada Juni. 


Dengan sengaja ia membuat cokelatnya berantakan di bibir sang puan, menyimpan nyam-nyamnya kembali di mejanya secara kilat, dan menarik rahang sang puan. Menautkan bibirnya disana, melumati cokelat yang menempel di bibir Juni hingga habis tak tersisa. 


"Jadi, menurut kamu di jalan aja aku liarnya?" bisik Ghiffari lembut.


Netra keduanya saling beradu. Juni membawa tubuhnya mendekati Ghiffari, membisikkan kalimat kembali membalas kalimat sang tuan, 


"Boleh satu menit lagi gak?"



"Boleh, sampai seribu tahun lagi juga boleh." jawab Ghiffari.



Comments

  1. senyum2 lo jomblo 🀣🀣🀣

    ReplyDelete
  2. Akhir part yg tidak terduga bunggg. Resmi lah paten ku naiki kapalnyaaa

    ReplyDelete
  3. definisi habis hujan ada pelangi nih😭

    ReplyDelete
  4. Astaga yaa Allah ghifaa ... Dugun dugun lah sudah ini mah

    ReplyDelete
  5. Aaa anjirr 🀭😭😭😭

    ReplyDelete
  6. 😽😽😽😽😽😽

    ReplyDelete
  7. HEH... BISA AJA BIKIN AKU SENYUM SENYUM KAYAK ORANG GILA😏

    ReplyDelete
  8. Heh anak sekolah jskksksksks .. tp perut gue penuh sm πŸ¦‹πŸ¦‹

    ReplyDelete
  9. Etdahhh si empusss 😭😭

    ReplyDelete
  10. Pagi" udah kek orang sawan gue senyum" sendiri anyinv🀭

    ReplyDelete
  11. Omaga wkwkwk teh juni kamu bangunin kucing liar ya

    ReplyDelete
  12. "Boleh, sampe seribu tahun lagi juga boleh"😭😭😭

    ReplyDelete
  13. Ah anjrrr baper smpe dna 😭😭😭

    ReplyDelete
  14. Anjir hak paten udah inimah gk usah pake embel embel pura pura.. Mpusssss

    ReplyDelete
  15. Anjir a gipaa ya Allah aing kesem-sem😭

    ReplyDelete
  16. Hey,, giliran meluk ga boleh,, katanya belum cukup umur,, ini malah kisseu2,,, 😭😭😭 tolong pegangi saya..

    ReplyDelete
  17. Hati aku bunyi deggg anjir ghiffaπŸ€πŸ«‚

    ReplyDelete
  18. si gipa beneran liar ya bund,main nyosor aja😭

    ReplyDelete
  19. INI GUE NANGIS NIH DI AWAL² AKHIR PARAGRAF TERSENYUM LEBAR 😭🀘🏻 LUAR BIASAAA

    ReplyDelete
  20. ME RN = πŸ¦‹πŸ¦‹πŸ¦‹

    ReplyDelete
  21. aduhh di perut gue kya bnyak kupu²nya gitu

    ReplyDelete
  22. Jangan ampe keterusan aja yaa aa ghippa kamu masih sekolah😭😭😭😭😭

    ReplyDelete
  23. GIPAAAA LO LIAR BGT ANJIRRR AKWHJWJWWHSH

    ReplyDelete
  24. WANJEEENG KOSAN GIPA BANYAK SETANNYA. APAAN BILANG MASIH DI BAWAH UMUR, EH NYOSOR JUGA LO KUCING🀣

    ReplyDelete
  25. KIshejfkenjsksjwksodjneksowowkfnkekwksndkwlnd "pacar pura pura" πŸ˜”πŸ™

    ReplyDelete
  26. ETDAH MPUS SATU INI LIAR PISAN😭😭

    ReplyDelete
  27. bisa bisanya gue baru Nemu ini Au😭 nangis nya ga berhenti dari tadiii, tapi lihat ini ada senyum sedikit 😭

    ReplyDelete
  28. Lama bnaget nunggu part ini πŸ˜›πŸ˜›πŸ˜›πŸ€ͺπŸ€ͺπŸ€ͺ

    ReplyDelete
  29. Woiiiiii author jangan bikin gua meleyot

    ReplyDelete
  30. Awaal baca nangis" deh terakhirnya bikin SALTING πŸ˜€πŸ˜€πŸ˜€πŸ˜€πŸ˜€πŸ˜€πŸ˜€

    ReplyDelete
  31. yeee anjirr, lanjutkan 😊😊

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

36 — UNTITLED: bahureksa

59 — UNTITLED: bahureksa.

41 — UNTITLED: bahureksa