TERAKHIR



Setelah seharian menghabiskan waktu bersama, tiba saatnya waktu menunjukkan pukul 17.00, lima jam menuju keberangkatan Raka menuju Melbourne, untuk merayakan ulang tahunnya dengan sang ibu.

Atas hal itu, kini Raka dan Juni sudah berada di kawasan kediaman sang lelaki di daerah Kota Baru Parahyangan. Iya, rumah Raka bagai barat dan timur dengan kediaman Juni. Sesuai tuturnya, untuk memasuki kawasan kediamannya ini, perlu keamanan yang sedikit lebih canggih.

Raka menempelkan kartu yang hanya dimiliki penghuni. Seketika membuat palang pintu otomatis Tatar Pitaloka tersebut terbuka. Juni hanya membulatkan matanya.

“Gak perlu pake stiker nih!” pamer Raka.

Selang melewati beberapa rumah dan dua kali persimpangan, tibalah keduanya di rumah lantai dua berkonsep minimalis dengan dominan warna putih, hitam dan abu-abu.

Juni hendak turun, namun lututnya ditahan Raka, “Mau kemana?”

“Turun, bukain gerbang.”

“Gak usah. Disini aja.”

Beberapa saat seseorang dari dalam terburu-buru berlari mendekati gerbang.

“Bi Dini! Liat Raka sekarang bawa pacar!”

Euhhh a, ini yang orang Dago Atas teh? Bibi tunggu-tunggu meni lama, bade uih bibi teh

mau pulang katanya.

Punten bi, lami. Buru-buru mah lebar atuh cakep gini bi pacar abi.”

maaf bi lama, buru-buru tuh sayang bi, cantik gini pacar aku kata Raka.

Raka memasukkan motornya setelah gerbangnya terbuka sempurna. Membawa Juni pada pelataran rumahnya.

“A, bibi pulang atuh ya, udah mau magrib.”

“Tiati, Bi.” ucap Raka sebari turun dari motornnya, mendatangi pula Bi Dini, mengambil tangannya dan salam seperti layaknya pada orang tua sendiri.

Raka memang seperti itu, walaupun satu sekolah mengenalnya dengan cap sultan-nya Bahureksa, geng paling ditakuti disekolah, namun menghormati orang yang lebih tua tanpa memandang ras, suku, agama, status, bahkan harta melekat pada sosok Raka Argapraja ini.

Keduanya kini memasuki rumah berkusen hitam legam itu.

“Bibi kamu pulang pergi gitu Rak?”

“Enggak sih, hari ini aja. Kan nanti rumah ini kosong, kasian nanti si bibi di gangguin hantu.” jawab Raka.

“Berarti semuanya udah berangkat ke Melbourne?”

Keduanya telah sampai di ruang keluarga Argapraja tersebut. Raka membuka kulkas, dan langsung meneguk air dingin yang tersedia, kepalanya mengangguk menandakan iya atas pertanyaan Juni yang tadi terucap.

“Mami sama Papi aja yang udah disana.”

“Adit gak ikut?” tanya Juni kembali.

Raka menggeleng pelan, “Dia ada di nenek, di Setra Duta.”

“Kenapa gak ikut?”

“Aku juga inginnya dia ikut, tapi mami suka sensi sama Adit. Adit kan anak accident-nya papaku dengan sekretarisnya.” jawab Raka dengan nadanya sedikit menurun.

Dirinya mendaratkan tubuhnya pada sofa yang menghadap televisi, bersebalahan dengan Juni yang lebih dahulu telah duduk disana.

“—Kaa.. gue gak tahu, ma-af...”

it's okay sayaang.. gak apa-apa kok...” jemarinya mengelus pucuk kepala Juni. “Kan kita pacarannya baru empat hari, jadi belum tahu apa-apa.”

“Pasti kamu ingin banget ya ulang tahun bareng sama Adit juga?”

“Iya. Aku ingin banget. Tapi aku lebih gak tega kalau Adit di-dinginin sama mama. Tapi itu Adit yang minta kok ingin ke Setra Duta, bukan di usir yaa..”

“Hahahaa.. aku gak suudzon kamu ngusir kok, orang kamu baik, tadi aja salim ke bibi.”

“Kamu mau aku salim ke kamu?” ucap Raka.

“Aku aja yang salim ke kamu,” Juni mengambil tangan Raka dan membawanya ke keningnya. “Selamat ulang tahun.”

Raka si raja gombal dambaan semua orang, mendadak hilang arah. Hatinya mendadak penuh akan kupu-kupu. Kayaknya udah berubah jadi peternakan kupu-kupu.

“Kamu gini sengaja buat aku over dosis jatuh cinta berlebih padahal baru pacaran empat hari?”

“Hehehe..” Juni hanya terkekeh.

“—Kenapa gak dari dulu aja? Nembak aku nya. Biar hari ini, hari ulang tahun kamu itu kita bukan baru empat hari.” sambung Juni kembali dengan tanya.

“Karena Desember.”

Raka bangkit dari duduknya, membuka kulkas kembali, membawa sekotak susu dan sekaleng minuman lainnya, “—Desember tuh punya banyak cerita.”

Raka memberikan sekotak susu ultramilk strawberry pada Juni.

“Kamu sadar gak, efek rumah kaca bikin lagu Desember. Aku lahir Desember. Akhir bulannya selalu ditunggu banyak orang. Bahkan uts di bulan Desember. Seistimewa itu bulan Desember.”

“Terus kenapa kita tanggal satu?”

“Biar pas uts nanti tanggal 15 ada yang semangatin doang sih, Hahahaha..” tawa Raka lepas.

“Ihhh dikira ada filosofinya.”

Juni memasukkan sedotan pada susu kotaknya.

“Karna kamu orang pertama. Nomor satu. Yang buat aku ingin bertahan di sekolah itu. Awalnya aku ingin masuk Al-Azhar biar jadi akhi hits tik-tok.”

Raka membuka kaleng minumannya. Meneguknya sedikit, meninggalkan kata ahhh diakhirnya.

“—Waktu liat kamu waktu ospek, gak jadi. Pokoknya aku harus jadi King mpls sekolah, karna aku yakin pasti kamu jadi Queennya. Eh bener kan kejadian waktu itu. Kita naik podium bareng.”

“Raka..”

“Hmm”

“Selamat ulang tahun lagi ya, makasih udah lahir di dunia ini. Selamat tujuh belas tahun.” ucap Juni.

Mendengar itu, Raka sedikit tersedak dengan minumannya.

“Aku delapan belas tahun, Hahahaha...”

“IHHHH KOK GITUUU?!!!”

“PAUD nya sekali, TK nya dua kali.”

“Seriusaaan? Kok bisa betah?”

Raka membenarkan duduknya, kini menyamping, berhadapan dengan Juni.

“Waktu TK, aku dititip ke Nenek dari papi, jadi TK disana. Pas udah lulus dan nganggur nunggu SD, ada cewe lewat depan rumah nenek pake seragam TK yang mirip TK aku. Dia cantik, rambutnya di kepang dua, matanya cokelat, dia marah-marah dituntun mamanya, kayaknya gak mau sekolah.”

Raka meneguk minumannya kembali.

“—Terus dari situ aku mogok gak mau masuk SD. Mau TK lagi. Akhirnya mami TK-in aku lagi. Aku cari anak yang lewat itu, ternyata dia kelas TK kecil, kasian banget. Aku lihat badge namanya, untungnya udah pernah TK, jadi bisa baca.”

Raka dengan santainya meneguk minumannya kembali. Juni tetap memperhatikan lelakinya itu, penasaran.

“Namanya Alkira Juni Pramudya, Anak yang nangis tapi tetep cantik waktu pergi ke TK.”

“BERCANDAA AH GAK SUKAAA!”

“Serius ih. Aku mah gak pernah bohong.”

Sok sebutin nama TK nya bareng-bareng waktu hitungan 3.”

Raka ikut antusias melihat wanitanya antusias.

Satu...
Dua...
Tiga...

“TK Angkasa 3”
TK Angkasa 3

Raka tersenyum miring dan kembali meneguk minumannya.

“IHHHH KOK BISA SIHH. KOK BISA AKU GAK TAHU KAMU? IHHH GAK PERCAYA.”

“Serius, sayaang..”

“IH GAK MAU AH LICIK, KAMU LIAT AKU JELEK, TAPI AKU GAK BISA LIAT KAMU WAKTU ITU!!!!”

“Cantik. Kamu cantik dari kecil.”

“Diem ya, udah tua! huuu....”

“Mau tahu yang bisa dilakuin orang yang udah tua gak? Kamu gak bisa, aku mau sombong.”

“APAAN?!”

Raka mengangkat kaleng minuman yang sedari tadi ia teguk. Menunjukkan dengan sombong pada Juni, dirinya meminum bir dengan tulisan alkohol satu persen.

“Udah legal.” sombong Raka.

“—Anak 16 tahun minumnya susu aja.” sindir Raka melihat minuman yang Juni genggam.

“EITSSS APA YA KAKKK! usia legal minum gituan di Indo 21 tahun tau ihhh! Kok punya minuman kaya gitu?”

kak.

Bukan rahasia lagi sih, anak dengan latar belakang kaya raya seperti Raka, dan orang tua yang sungguh menyanginya pasti sudah biasa akrab dengan minuman seperti itu. Lagi pula masih batas normal, hanya satu persen.

“Aku lahir di Amerika, jadi punya dua kewarganegaraan. Disana kan usia legalnya 16 juga udah boleh.”

“Emang rasa bir enak?”

“Enggak sih. Kan aku bilang cuma mau sombong aja.”

“GAK JADI YA SOMBONGNYA KAN SEKARANG DI INDONESIA.”

“Mau tahu lagi yang bisa dilakuin orang yang udah tua gak? Kamu gak bakal bisa nih.” ucap Raka kembali.

“Apaan?” tanya Juni penasaran.

Raka meletakkan kaleng minumannya di meja dihadapannya. Menggeser duduknya maju mendekati Juni. Meraup kepala Juni, mendaratkan kecupannya di kening, pipi kanan, dan pipi kiri wanitanya.

Ada jeda setelah kecupannya mendarat di pipi kiri sang puan. Netra nya kini saling beradu sapa. Pandangan Raka kini turun pada bibir sang puan. Raka mengangkat rahang sang puan, kecupnya mendarat lepas landas sempurna di bibir wanitanya.

“Manis. Kamu pake apa?”

Juni mengangkat kotak susunya.

Raka mendekatkan kembali dirinya, mengecup kembali bibir ranum sang wanita. Nampak seperti berfikir,

“Tapi kok rasanya beda ya?”

Dirinya kembali mengulang menyesapi bibir plum sang puan.

“Aku pake lip tint, Kak..” ucap Juni mencoba menjeda.

“Oh.. Boleh lagi gak?” jawab Raka dengan senyumnya menyungging, masih dengan pandangannya pada bibir wanitanya itu.

Juni membalasnya dengan anggukkan.

“Selamat ulang tahun ya Kak..”

Comments

Popular posts from this blog

36 — UNTITLED: bahureksa

59 — UNTITLED: bahureksa.

41 — UNTITLED: bahureksa